Media sosial sudah umum
digunakan sebagai sarana yang efektif untuk komunikasi dan sosialisasi dengan
memberikan begitu banyak manfaat bagi para penggunanya. Media sosial yang saat
ini muncul dalam berbagai bentuk media sosial online seperti facebook, twitter,
youtube hingga virtual game dan lain sebagainya lebih memanjakan penggunanya
untuk bersosialisasi dengan cara yang ‘instan’. Akan tetapi, apakah media
sosial seperti ini tepat sasaran jika digunakan oleh anak-anak? Ijinkan saya
memberikan opini untuk ikut memperingati Hari Ibu kali ini.
Bunda, mulai dari saat
si kecil lahir ke dunia hingga ia akhil baligh, anak kita belum dapat
membedakan baik atau buruk dalam hidupnya tanpa bimbingan orang tuanya. Si
kecil akan menyerap semua nilai norma dan aturan-aturan dengan mencontoh
peristiwa di sekitarnya begitu mudah hanya dengan melihat, mendengar dan
merekam semua dalam otaknya, terutama pada periode “golden age” perkembangannya, yaitu usia 0-2 th. Sifat perkembangan
anak yang cenderung merekam dan meniru perilaku lingkungan sosial yang ada di
sekitarnya ini disebabkan karena pertumbuhan otak anak yang masih”original”
karena lobus otaknya belum tumbuh dengan sempurna. Lalu seiring waktu dengan
kasih sayang, ilmu dan pengetahuan dari ibu berperan utama dalam mengisi ruang
kognitif, psikomotorik dan afektif fungsi otak tersebut. Di saat inilah fungsi
pengawasan awal dan utama diambil alih oleh keluarga sebagai sekolah pertama
untuk anak yang dimulai dari kita bunda, ibu yang menjadi madrasah bagi anak
kita. Kita terlahir spesial sebagai wanita lalu terlahir kembali menjadi mulia
sebagai istri dan ibu bagi anak-anak kita. Mata hati seorang ibu akan menjaga
anak-anaknya di manapun ia berada.
Untuk menunjang tumbuh
kembang anak yang optimal, selain ilmu yang diperoleh dari orang tua dan
sekolahnya, anak juga memerlukan kehidupan sosial sebagai salah satu elemen
penting untuk menunjang kecerdasan EQ (Emotional
Quotient) dan SQ (Social Quotient)
mereka. Kehidupan sosial yang diperoleh dari luar keluarga inti seperti
lingkungan sekolah, masyarakat hingga
media harus tetap memerlukan bimbingan dari orang tua. Gencarnya kemajuan
teknologi dan komunikasi media sosial saat ini sudah saatnya menuntut bunda
untuk lebih kritis dalam memperhatikan tumbuh kembang anak kita.
Media sosial seharusnya
dapat digunakan sebagai sarana bermain, belajar dan bersosialisasi untuk anak-anak.
Akan tetapi, saat ini media sosial yang ada sudah jauh berbeda dengan masa-masa
sebelum media sosial online muncul. Munculnya media sosial online mampu
menyingkirkan media sosial yang bersifat tradisional. Globalisasi media sosial
lebih bersifat pasif untuk anak dalam bersosialisasi, berbeda dengan jaman
dahulu yang lebih banyak menyajikan permainan tradisional sederhana yang
melibatkan banyak anak sebagai peserta. Saat ini, cukup dengan memegang laptop
dan handphone sendirian sudah terasa punya teman dan merengkuh dunia di mana
pun anak berada. Tidak perlu keluar rumah dan berkumpul bersama teman di
lingkungan sekitar. Orang tua juga mudah lepas tangan karena merasa anak ‘aman’
bermain dalam rumah. Padahal untuk usia anak, lebih tepat apabila mereka mampu
membangun sosialisasi yang etis dan manusiawi dengan teman-teman yang ia temui
secara langsung.
Anak-anak belum dapat
menyikapi media sosial dengan bijaksana sehingga memungkinkan media sosial saat
ini membuat anak berpikir lebih sempit, artinya media sosial menyajikan
pengetahuan yang luas tetapi tidak memberikan kesempatan pada anak untuk
berdiskusi dengan orang tua dan menyaring informasi mana yang pantas atau tidak
untuk diakses dan dikomunikasikan dengan orang lain di media sosial karena
masih belum jelasnya batasan-batasan penggunaan media sosial sehingga semua
kalangan termasuk anak-anak hanya menerima ‘kontent’ dan isinya tanpa tahu arti
dan efek buruknya. Pada akhirnya akan lebih
Perlu atau tidaknya,
pantas atau tidaknya media sosial digunakan oleh anak-anak akan selalu ada pro
dan kontra. Pada kenyataannya, dalam dunia pendidikan pun, anak kelompok usia SD
sudah diberi pekerjaan rumah untuk menyelesaikan tugas dengan mengakses
internet, sehingga mau tidak mau secara tidak langsung media sosial juga sudah
mulai dikenal anak-anak. Sebagai ibu, kita juga tidak ingin jika anak kita
tertinggal dalam informasi dan teknologi. Untuk mengatasinya kita dapat
melakukan banyak hal untuk memaksimalkan pengggunaan media sosial oleh
anak-anak kita. Pengawasan dan bimbingan dari orang tua bisa dilakukan dalam
bentuk pemilihan sarana bermain maupun pembelajaran untuk anak yang tepat
sesuai dengan usianya. Berikanlah sarana atau teknologi tersebut jika memang
sudah dibutuhkan. Apabila anak sudah memperoleh fasilitas-fasilitas tersebut,
maka bersiaplah untuk membuka mata dan hati bunda untuk lebih kritis mendampingi
aktivitas-aktivitas anak dalam menggunakan media sosial. Alangkah baiknya jika
bunda juga ikut membuka mata dan mempelajari teknologi dan media sosial
tersebut, sehingga dapat lebih mengerti efek penggunaannya dan langkah
pengawasan yang akan dilakukan. Awali dengan membekali anak-anak kita dengan
nilai-nilai tata krama, norma dan agama dari lingkungan keluarga, dari pelukan
bunda.
Oleh karena itu, saya
ingin mengajak bunda untuk menggunakan mata hati dan segenap kasih sayang kita
untuk mengawasi anak kita dalam bermedia sosial. Jadi bunda, jangan sia-siakan
waktu kebersamaan kita dengannya. Marilah kita jadikan Hari Ibu ke-84 ini
sebagai momentum untuk tidak pernah menyerah dalam memberikan pemahaman nilai-nilai
positif dan negatif dalam hidupnya. Tetaplah waspada dalam melakukan
pendampingan saat ia bermain dan belajar serta bersosialisasi. Luangkan waktu
untuk selalu belajar dan mencari tahu apa yang terbaik untuk malaikat kecil
kita agar ia mampu menghadapi tantangan-tantangan dunia yang lebih tinggi dalam
perjalanan hidupnya dengan baik karena mereka adalah calon pemimpin.
*selamat hari ibu*
17/12/12 – Siwi
Setyawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar