Selasa, 18 Desember 2012

BUNDA, MATA HATIMU MENJAGA SI KECIL MENGHADAPI GLOBALISASI MEDIA SOSIAL



Media sosial sudah umum digunakan sebagai sarana yang efektif untuk komunikasi dan sosialisasi dengan memberikan begitu banyak manfaat bagi para penggunanya. Media sosial yang saat ini muncul dalam berbagai bentuk media sosial online seperti facebook, twitter, youtube hingga virtual game dan lain sebagainya lebih memanjakan penggunanya untuk bersosialisasi dengan cara yang ‘instan’. Akan tetapi, apakah media sosial seperti ini tepat sasaran jika digunakan oleh anak-anak? Ijinkan saya memberikan opini untuk ikut memperingati Hari Ibu kali ini.

Bunda, mulai dari saat si kecil lahir ke dunia hingga ia akhil baligh, anak kita belum dapat membedakan baik atau buruk dalam hidupnya tanpa bimbingan orang tuanya. Si kecil akan menyerap semua nilai norma dan aturan-aturan dengan mencontoh peristiwa di sekitarnya begitu mudah hanya dengan melihat, mendengar dan merekam semua dalam otaknya, terutama pada periode “golden age” perkembangannya, yaitu usia 0-2 th. Sifat perkembangan anak yang cenderung merekam dan meniru perilaku lingkungan sosial yang ada di sekitarnya ini disebabkan karena pertumbuhan otak anak yang masih”original” karena lobus otaknya belum tumbuh dengan sempurna. Lalu seiring waktu dengan kasih sayang, ilmu dan pengetahuan dari ibu berperan utama dalam mengisi ruang kognitif, psikomotorik dan afektif fungsi otak tersebut. Di saat inilah fungsi pengawasan awal dan utama diambil alih oleh keluarga sebagai sekolah pertama untuk anak yang dimulai dari kita bunda, ibu yang menjadi madrasah bagi anak kita. Kita terlahir spesial sebagai wanita lalu terlahir kembali menjadi mulia sebagai istri dan ibu bagi anak-anak kita. Mata hati seorang ibu akan menjaga anak-anaknya di manapun ia berada.

Untuk menunjang tumbuh kembang anak yang optimal, selain ilmu yang diperoleh dari orang tua dan sekolahnya, anak juga memerlukan kehidupan sosial sebagai salah satu elemen penting untuk menunjang kecerdasan EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Social Quotient) mereka. Kehidupan sosial yang diperoleh dari luar keluarga inti seperti lingkungan sekolah, masyarakat  hingga media harus tetap memerlukan bimbingan dari orang tua. Gencarnya kemajuan teknologi dan komunikasi media sosial saat ini sudah saatnya menuntut bunda untuk lebih kritis dalam memperhatikan tumbuh kembang anak kita.

Media sosial seharusnya dapat digunakan sebagai sarana bermain, belajar dan bersosialisasi untuk anak-anak. Akan tetapi, saat ini media sosial yang ada sudah jauh berbeda dengan masa-masa sebelum media sosial online muncul. Munculnya media sosial online mampu menyingkirkan media sosial yang bersifat tradisional. Globalisasi media sosial lebih bersifat pasif untuk anak dalam bersosialisasi, berbeda dengan jaman dahulu yang lebih banyak menyajikan permainan tradisional sederhana yang melibatkan banyak anak sebagai peserta. Saat ini, cukup dengan memegang laptop dan handphone sendirian sudah terasa punya teman dan merengkuh dunia di mana pun anak berada. Tidak perlu keluar rumah dan berkumpul bersama teman di lingkungan sekitar. Orang tua juga mudah lepas tangan karena merasa anak ‘aman’ bermain dalam rumah. Padahal untuk usia anak, lebih tepat apabila mereka mampu membangun sosialisasi yang etis dan manusiawi dengan teman-teman yang ia temui secara langsung.

Anak-anak belum dapat menyikapi media sosial dengan bijaksana sehingga memungkinkan media sosial saat ini membuat anak berpikir lebih sempit, artinya media sosial menyajikan pengetahuan yang luas tetapi tidak memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi dengan orang tua dan menyaring informasi mana yang pantas atau tidak untuk diakses dan dikomunikasikan dengan orang lain di media sosial karena masih belum jelasnya batasan-batasan penggunaan media sosial sehingga semua kalangan termasuk anak-anak hanya menerima ‘kontent’ dan isinya tanpa tahu arti dan efek buruknya. Pada akhirnya akan lebih

Perlu atau tidaknya, pantas atau tidaknya media sosial digunakan oleh anak-anak akan selalu ada pro dan kontra. Pada kenyataannya, dalam dunia pendidikan pun, anak kelompok usia SD sudah diberi pekerjaan rumah untuk menyelesaikan tugas dengan mengakses internet, sehingga mau tidak mau secara tidak langsung media sosial juga sudah mulai dikenal anak-anak. Sebagai ibu, kita juga tidak ingin jika anak kita tertinggal dalam informasi dan teknologi. Untuk mengatasinya kita dapat melakukan banyak hal untuk memaksimalkan pengggunaan media sosial oleh anak-anak kita. Pengawasan dan bimbingan dari orang tua bisa dilakukan dalam bentuk pemilihan sarana bermain maupun pembelajaran untuk anak yang tepat sesuai dengan usianya. Berikanlah sarana atau teknologi tersebut jika memang sudah dibutuhkan. Apabila anak sudah memperoleh fasilitas-fasilitas tersebut, maka bersiaplah untuk membuka mata dan hati bunda untuk lebih kritis mendampingi aktivitas-aktivitas anak dalam menggunakan media sosial. Alangkah baiknya jika bunda juga ikut membuka mata dan mempelajari teknologi dan media sosial tersebut, sehingga dapat lebih mengerti efek penggunaannya dan langkah pengawasan yang akan dilakukan. Awali dengan membekali anak-anak kita dengan nilai-nilai tata krama, norma dan agama dari lingkungan keluarga, dari pelukan bunda.

Oleh karena itu, saya ingin mengajak bunda untuk menggunakan mata hati dan segenap kasih sayang kita untuk mengawasi anak kita dalam bermedia sosial. Jadi bunda, jangan sia-siakan waktu kebersamaan kita dengannya. Marilah kita jadikan Hari Ibu ke-84 ini sebagai momentum untuk tidak pernah menyerah dalam memberikan pemahaman nilai-nilai positif dan negatif dalam hidupnya. Tetaplah waspada dalam melakukan pendampingan saat ia bermain dan belajar serta bersosialisasi. Luangkan waktu untuk selalu belajar dan mencari tahu apa yang terbaik untuk malaikat kecil kita agar ia mampu menghadapi tantangan-tantangan dunia yang lebih tinggi dalam perjalanan hidupnya dengan baik karena mereka adalah calon pemimpin.

*selamat hari ibu*
17/12/12 – Siwi Setyawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar